Pendamping Desa: Antara Tugas Mulia dan Potensi Penyimpangan

SOPPENG, ONLINEKASUS.COM – Pendamping Desa merupakan elemen penting dalam penyelenggaraan pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa, sesuai amanat Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Di bawah koordinasi Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, tugas pokok mereka mencakup penyusunan perencanaan kegiatan dan anggaran hingga pengawasan pelaksanaan program. Namun, di sisi lain, muncul persoalan serius terkait integritas sebagian pendamping desa.

Modus Penyimpangan oleh Pendamping Desa

Sejumlah kasus menunjukkan adanya pendamping desa yang menyalahgunakan kepercayaan. Salah satu modus yang kerap ditemui adalah keterlibatan mereka dalam pengadaan barang dan jasa desa. Pendamping desa memfasilitasi pengadaan barang dengan pihak ketiga, tetapi harga barang yang disediakan mengalami penggelembungan atau markup. Praktik ini jelas merugikan keuangan desa dan berpotensi menimbulkan kerugian negara.

Tidak hanya itu, muncul pula dugaan bahwa pendamping desa memasukkan “fee” jasa pendampingan sebesar 4% dari total anggaran ke dalam Rencana Anggaran Biaya (RAB) desa. Walau gaji pendamping sudah ditetapkan oleh Kementerian Desa, praktik pengambilan fee ini menjadi polemik, terlebih ketika pembuatan RAB dilakukan oleh pendamping desa, namun ditandatangani pihak lain.
Hal ini menimbulkan potensi pelanggaran hukum yang serius.

Kepala Desa dan Kurangnya Pengawasan

Tidak bisa dipungkiri, banyak kepala desa menyerahkan sepenuhnya tanggung jawab perencanaan kepada pendamping desa tanpa mempertimbangkan dampak hukum. Padahal, perencanaan yang matang adalah kunci utama keberhasilan pembangunan desa dan pencegahan potensi korupsi. Ketergantungan yang berlebihan kepada pendamping desa membuka peluang penyalahgunaan wewenang, terutama ketika pengawasan internal desa lemah.

Masyarakat desa memiliki peran vital dalam mengawasi setiap program pembangunan yang dilaksanakan. Keterlibatan aktif masyarakat diperlukan untuk memantau dan memastikan setiap kegiatan berjalan transparan dan sesuai perencanaan. Jika ditemukan indikasi penyimpangan, masyarakat tidak boleh ragu melaporkannya kepada aparat penegak hukum, seperti Kejaksaan atau Kepolisian.

Pengawasan dari masyarakat, dikombinasikan dengan tindakan tegas aparat penegak hukum, diharapkan dapat mencegah dan menindak tegas pelaku penyimpangan. Dalam konteks ini, transparansi, akuntabilitas, dan kolaborasi semua pihak menjadi kunci utama mewujudkan pembangunan desa yang berintegritas dan berkelanjutan.

Pendamping desa adalah ujung tombak dalam pembangunan desa. Namun, penyimpangan yang dilakukan oleh sebagian pendamping mencoreng tujuan mulia program ini. Pengawasan yang ketat, baik dari pemerintah maupun masyarakat, serta tindakan hukum yang tegas terhadap pelaku korupsi, harus menjadi prioritas untuk memastikan dana desa benar-benar digunakan demi kemajuan masyarakat desa. Masyarakat harus terus berperan aktif dan tidak segan melaporkan jika menemukan indikasi kecurangan atau korupsi. Bersama, mari wujudkan desa yang maju, transparan, dan bebas dari praktik korupsi. (red)