Parepare,Online.Kasus.Com – Polemik terkait penetapan tarif sewa kios di Parebeach oleh Dinas Perdagangan Kota Parepare terus bergulir. Dalam situasi transisi kepemimpinan, menjelang pelantikan Wali Kota Parepare terpilih, H. Tasmin Hamid, kebijakan sewa kios tersebut memicu pertanyaan, terutama terkait keabsahan regulasi yang digunakan.
Mantan Lurah Wattang Soreang, Muhammad Rusli Rasyid, mengkritik kebijakan yang diterapkan oleh Kepala Dinas Perdagangan Kota Parepare. Menurutnya, besaran sewa yang ditetapkan tidak rasional dan perlu dikaji ulang. Ia juga menilai ada indikasi penyalahgunaan kewenangan dalam penerapan aturan ini.
Dalam perkembangan terbaru, Dinas Perdagangan Kota Parepare mengeluarkan surat bernomor 500.2/83/Disdag, tertanggal 25 Februari 2025, yang ditujukan kepada para pengusaha UMKM di Parebeach. Surat tersebut mengacu pada serangkaian peringatan sebelumnya, yaitu:
Surat Peringatan I: Nomor 900.1.7.2/432/Disdag, tanggal 30 Agustus 2024
Surat Peringatan II: Nomor 900.1.7.2/448/Disdag, tanggal 11 September 2024
Surat Teguran III: Nomor 500.2/53/Disdag, tanggal 10 Februari 2025
Dalam surat itu, pengusaha UMKM diminta untuk:
Melakukan pembayaran sewa kios selama satu tahun sebesar Rp. 12.983.400 ke kas daerah serta menandatangani perjanjian sewa.
Mengosongkan kios jika tidak memenuhi kewajiban pembayaran sewa.
Namun, yang menjadi pertanyaan adalah keabsahan dan konsistensi regulasi yang digunakan dalam penetapan tarif sewa ini. Mantan Kepala Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kota Parepare, Ali Latif, SH, menyoroti kejanggalan dalam penerbitan SK Wali Kota terkait besaran tarif sewa Parebeach.
Menurutnya, SK Wali Kota bernomor 700/Tahun 2024 baru terbit pada 13 September 2024, sedangkan surat peringatan I dan II sudah dikeluarkan lebih dulu, yakni pada 30 Agustus dan 11 September 2024. Ini menunjukkan bahwa pengusaha sudah diberikan peringatan terkait pembayaran sewa sebelum adanya regulasi resmi yang mengatur besaran tarif tersebut.
“Ini jelas aneh. Bagaimana mungkin ada peringatan pembayaran sebelum aturan mengenai tarifnya resmi diterbitkan?” ujar Ali Latif. Ia menambahkan bahwa penetapan tarif sewa seharusnya tidak boleh bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi, dalam hal ini Peraturan Daerah (Perda) No. 11 Tahun 2017, yang mengatur bahwa penetapan tarif harus melalui Peraturan Wali Kota.
Tuntutan UMKM dan Respons Dinas Perdagangan
Sejumlah pelaku UMKM di Parebeach menyatakan bahwa mereka tidak menolak membayar sewa, tetapi menuntut kejelasan regulasi dan rasionalitas tarif. Mereka juga menyoroti metode penilaian yang digunakan oleh jasa appraisal dalam menentukan tarif sewa.
Salah satu pelaku UMKM, Rafiuddin, menjelaskan bahwa selama ini mereka sudah rutin membayar retribusi sebesar Rp. 2.000/malam, sementara pemilik kafe di lokasi tersebut membayar Rp. 60.000/bulan. Namun, dengan adanya kebijakan baru ini, tarif yang dikenakan mengalami lonjakan signifikan.
Kebijakan tarif sewa ini juga mendapat kritik dari berbagai pihak, termasuk kelompok mahasiswa dan pedagang yang tergabung dalam Jaringan Oposisi Loyal (JOL). Mereka bahkan menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Dinas Perdagangan Kota Parepare untuk menyampaikan aspirasi mereka.
Saat dikonfirmasi, Kepala Dinas Perdagangan Kota Parepare, Hj. Andi Wisnah, belum memberikan tanggapan langsung. Salah seorang stafnya hanya menyampaikan bahwa Bu Kadis sedang menghadiri rapat.
Kesimpulan
Kontroversi mengenai tarif sewa kios Parebeach masih menyisakan banyak pertanyaan. Dari dugaan inkonsistensi regulasi, potensi penyalahgunaan wewenang, hingga ketidakjelasan dasar hukum yang digunakan, semua menjadi perhatian publik.
Mantan Kabag Hukum Pemkot Parepare, Ali Latif, menyarankan agar Dinas Perdagangan duduk bersama dengan pelaku UMKM untuk mencari solusi yang lebih rasional dan dapat diterima oleh semua pihak. Jika tidak, kebijakan ini dikhawatirkan akan menimbulkan polemik lebih lanjut dan berpotensi melanggar aturan yang lebih tinggi.(Amit)