OnlineKasus.com — Opini
Di pelosok-pelosok desa, roda-roda kehidupan terus berputar meski seringkali harus melawan kerasnya kenyataan. Ketika matahari mulai tinggi dan tanah mengering, petani hanya bisa menatap sawahnya yang retak-retak. Namun ketika hujan datang bertubi-tubi, air meluap dan memutus jalan penghubung antar desa yaitu Kebo – Baringeng, Kecamatan Lilirilau, Kabupaten Soppeng. Di sanalah ujian hidup orang desa diuji; antara bertahan dan berharap.
Jalan desa yang rusak parah kini bukan lagi pemandangan asing. Aspal yang mengelupas, lubang di mana-mana, dan jembatan kecil yang nyaris ambruk menjadi saksi betapa pembangunan di pedesaan kerap berjalan lambat. Padahal, jalan-jalan itulah urat nadi ekonomi desa—penghubung hasil panen ke pasar, akses anak-anak ke sekolah, dan jalur utama masyarakat menuju fasilitas kesehatan.
Ketika musim kemarau panjang datang, lahan pertanian mengering. Sumur-sumur surut, irigasi tak mengalir, dan padi yang ditanam dengan harapan justru gagal berbuah. Namun ironisnya, begitu hujan tiba dan sungai meluap, banjir pun datang membawa kerugian yang sama besar. Petani seolah terjebak dalam siklus antara kekeringan dan kebanjiran yang silih berganti tanpa solusi pasti.
Banyak petani kini hanya bisa pasrah, mengandalkan insting dan doa, sementara perhatian dari pihak berwenang sering datang terlambat. Di tengah kesulitan itu, semangat gotong royong masyarakat desa masih menjadi penopang utama kehidupan. Mereka saling membantu memperbaiki jalan dengan swadaya, menggali parit bersama, dan berbagi air untuk irigasi seadanya.
Pembangunan infrastruktur di pedesaan seharusnya tidak sekadar wacana, tetapi menjadi prioritas nyata pemerintah daerah maupun pusat. Karena dari jalan desa yang baik, hasil bumi bisa lebih cepat terjual; dari irigasi yang lancar, petani bisa lebih tenang menanam. Pembangunan desa bukan hanya soal fisik, tapi juga soal keberlanjutan hidup mereka yang menjadi tulang punggung negeri ini.
Roda-roda kehidupan di pedesaan memang sering tersendat, tapi tidak pernah berhenti berputar. Harapan tetap hidup di antara jalan berlubang, di sela hamparan sawah yang kering, dan di hati petani yang terus berjuang. Sebab bagi mereka, setiap musim adalah tantangan — dan setiap tantangan adalah kesempatan untuk kembali menanam harapan.
Penulis: Redaksi OnlineKasus.com














