KUA-PPAS Perubahan 2025 Macet di DPRD, Masyarakat Soppeng Khawatir Jadi Korban Politik

SOPPENG , ONLINEKASUS.COM – Kebuntuan antara DPRD dan Pemerintah Daerah Soppeng dalam pembahasan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) Perubahan Tahun 2025 menuai kritik tajam. Hingga batas waktu terakhir, Jumat (15/08/25), proses yang seharusnya rampung sejak awal Agustus belum juga disepakati. Kondisi ini dikhawatirkan berdampak langsung kepada masyarakat dengan ancaman berkurangnya dana transfer pusat hingga Rp40 miliar di tahun 2026.

Padahal, Pemkab Soppeng telah menyampaikan surat resmi ke DPRD sejak awal Agustus untuk memulai tahapan pembahasan. Namun, pimpinan DPRD disebut tidak memberi respon, bahkan dokumen tersebut dilaporkan dibawa keluar gedung tanpa tindak lanjut.Wakil Ketua Komisi I DPRD Soppeng, Andi Takdir Akbar Singke (Fraksi Demokrat), menilai sikap Ketua DPRD sebagai penghambat roda pembangunan daerah.

“Kalau ini tidak diproses, Pemda akan dipaksa menerbitkan Perkada. Tapi dampaknya jelas: Soppeng bisa kehilangan opini WTP dan dana transfer dari pusat berkurang. Ini bukan sekadar politik, ini menyangkut kesejahteraan rakyat,” tegasnya.

Dampak Jika DPRD Tidak Sejalan dengan Pemda:

1. Hilangnya Dana Transfer Pusat – Potensi pengurangan hingga Rp40 miliar pada 2026.

2. Proyek Pembangunan Tertunda – Jalan desa, irigasi, dan sekolah rawan mangkrak.

3. Layanan Publik Melemah – Fasilitas kesehatan, bantuan sosial, hingga UMKM terkena imbas.

4. Citra Daerah Menurun – Soppeng berisiko gagal mempertahankan opini WTP.

Kekecewaan juga muncul dari warga. Salah seorang tokoh masyarakat di Soppeng yang tidak disebutkan namanya oleh media ini menyayangkan macetnya pembahasan anggaran tersebut.

“Kalau APBD Perubahan tidak jalan, rakyat yang susah. Kami menunggu jalan tani yang dijanjikan diperbaiki, anak-anak butuh beasiswa, dan UMKM butuh bantuan modal. Kalau dana pusat hilang gara-gara DPRD dan pemerintah tidak sejalan, itu artinya rakyat yang dikorbankan,” ujarnya.

Senada, pedagang pasar di Lamataesso, Sudi, mengaku kecewa.

“Kegiatan pasar sudah butuh penataan. Kalau anggaran hilang, bagaimana kami pedagang kecil? DPRD jangan cuma ribut di atas, tapi lupa di bawah ada rakyat yang menunggu perhatian,” katanya dengan nada kesal.

Kisruh ini menunjukkan rapuhnya komunikasi antara legislatif dan eksekutif di Soppeng. Jika tidak segera dicarikan solusi, bukan hanya kepentingan pemerintah daerah yang terhambat, tetapi masa depan layanan publik dan pembangunan masyarakat yang dipertaruhkan. Tim