Soppeng, onlinekasus.com – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Sulawesi Selatan menemukan adanya kejanggalan dalam pengelolaan aset hibah di Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Soppeng. Temuan ini tercantum dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) tahun 2023 yang dirilis belum lama ini.
Dalam laporan tersebut, BPK mengungkap bahwa sejumlah peralatan dan mesin hibah dari pemerintah pusat tidak diketahui keberadaannya. Salah satu aset yang menjadi sorotan bagi tim media KASUS adalah 1 unit Stationary Water Pump senilai Rp 233.310.000 yang diadakan melalui dana APBN tahun anggaran 2017.
Namun, hasil investigasi tim media KASUS di lapangan kemarin Kamis, 8 Mei 2025 dikantor BPBD Kabupaten Soppeng menemukan adanya ketidaksesuaian antara aset yang seharusnya ada dengan yang diperlihatkan oleh pihak BPBD Kabupaten Soppeng. Dalam peninjauan tersebut, Pihak BPBD hanya menunjukkan dua unit mesin pompa air bermerek Honda GX 200 dengan estimasi harga per unit sekitar Rp 4 juta, sehingga total nilai kedua mesin tersebut hanya sekitar Rp 8 juta.
Selain itu, BPBD juga memperlihatkan enam gulung selang buatan Jerman yang ditaksir memiliki harga per gulung sekitar Rp 8,8 juta dengan total nilai Rp 52,8 juta. Jika dijumlahkan 1 unit Stationary Water Pump senilai Rp 233.310.000 yang diadakan pada tahun 2017, total nilainya hanya sekitar Rp 60,8 juta.
Angka tersebut sangat jauh berbeda dibandingkan dengan nilai pengadaan Stationary Water Pump yang dilaporkan dalam LHP BPK, yaitu Rp 233.310.000, menciptakan selisih nilai sekitar Rp. 172.510.000.
Tim media KASUS menduga bahwa peralatan dam mesin yang diperlihatkan oleh BPBD bukanlah peralatan hibah yang dimaksud dalam dokumen pengadaan tahun 2017. Dugaan ini diperkuat oleh perbedaan spesifikasi dan nilai barang yang sangat signifikan.
Dengan adanya temuan ini, media KASUS secara tegas meminta kepada Aparat Penegak Hukum (APH) dan instansi terkait untuk melakukan pemeriksaan ulang terhadap keberadaan alat hibah tersebut, khususnya 1 unit Stationary Water Pump yang hingga kini tidak diketahui rimbanya.
Kasus ini menambah daftar panjang persoalan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan aset negara di tingkat daerah, yang seharusnya menjadi perhatian serius bagi seluruh pemangku kepentingan demi menjaga kepercayaan publik serta memastikan setiap rupiah uang negara digunakan sesuai peruntukannya.